Rabu, 10 Desember 2008

Eksistensi Mahasiswa Gay, 56 Persen Salahkan Pergaulan

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Pasangan Gay Rentan Infeksi

Studenta | Jurnal Bogor

Hubungan seksual antara pria dengan pria yang biasa dikenal dengan sebutan gay, ternyata mewabah hingga ke kalangan mahasiswa. Gaya hidup serta lingkungan sosial menjadi faktor penting yang menjadikan seorang pria memiliki kelainan seksual. Demikian diungkapkan pakar Seksolog, Dr. Bona Simanungkalit kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Bona mengatakan, menjadi gay terkadang bukanlah sebuah pilihan hidup. Faktor genetik yang dibawa seorang manusia sejak lahir sebenarnya tak bisa dielakkan. “Tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menentukan siapa dan bagaimana jalan hidupnya. Itulah yang dinamakan takdir. Permasalahannya adalah, bagaimana cara kita menyikapi takdir itu,” kata Bona.

Dalam dunia kesehatan, lanjut Bona, hubungan seks yang dilakukan oleh pasangan sesama jenis merupakan perilaku yang perlu dikaji ulang dan dipahami. Secara genetik hal tersebut merupakan kehendak Tuhan. Tidak ada seorang di dunia ini yang meminta seperti apa jenis kelaminnya dan bagaimana pola seksualnya.

Menurut Bona, setiap manusia memiliki hormon andogen dan estrogen. Pada pria, jumlah hormon andogennya lebih banyak, sehingga pria tersebut terkesan macho. Sedangkan pada wanita jumlah estrogennya lebih banyak, sehingga wanita tersebut terkesan feminim. Tetapi, pada pria yang memiliki kelainan seksual, jumlah hormon andogen dan estrogennya berimbang.

“Pada lelaki gay, jumlah hormon andogen dan estrogen yang sama membuatnya menjadi penyuka sesama jenis. Untuk itu, perlu kita maklumi karena gen tersebut sudah dibawanya sejak lahir,” ujar Bona.

Ditambahkan Bona, faktor genetik yang menyebabkan seorang laki-laki menjadi gay merupakan kodrat alam. Hal tersebut sebenarnya dapat disembuhkan dengan terapi dan bimbingan dari orang terdekat. Lain halnya jika laki-laki tersebut menjadi gay karena faktor traumatik atau faktor lingkungan. Perilaku tersebut semestinya harus segera ditangani.

Diungkapkan Bona, pasangan gay sangat rentan terhadap penyakit terutama infeksi pada dubur dan alat kelamin. Hal itu disebabkan karena bakteri dan kuman yang terdapat di daerah dubur dan alat kelamin sangat kotor.

Selain itu, pasangan gay juga rentan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), dan tidak menutup kemungkinan dapat tertular hepatitis C dan HIV/AIDS. “Saat berhubungan seks, alat kelamin bergesekan dengan dubur. Itu bisa menyebabkan luka, dan lecet, sehingga tak menutup kemungkinan dapat terkena infeksi,” jelasnya.

Lebih lanjut Bona mengatakan, penyakit kelamin yang diderita lelaki gay dapat diobati melalui penanganan dokter. Tetapi dari sisi psikologinya, penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para gay dapat ditangani dengan memberikan pendidikan seks dengan tepat serta pengertian orang-orang terdekat. “Jangan pernah menyalahkan lelaki gay jika belum tahu apa sebab dan alasan mereka menjadi gay. Siapa tahu salah seorang anggota keluarga kita juga seorang gay,” tandasnya.  Kenis S | Vabriandy

Rabu, 19 November 2008

Melanggar Dianggap Wajar, 80 Persen Mahasiswa Lakukan Titip Absen

Studenta | Jurnal Bogor
Absensi adalah agenda rutin yang tak terpisahkan dalam kegiatan akdemik di perguruan tinggi. Apalagi bagi mahasiswa, persentase kehadiran mahasiswa merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai mata kuliah selain tugas dan ujian.

Berdasarkan pengamatan tim Studenta, beberapa perguruan tinggi menjadikan sekian persen kehadiran sebagai salah satu syarat mahasiswa untuk dapat mengikuti ujian atau kelulusan mata kuliah. Jadi, mahasiwa masih dapat absen dari perkuliahan selama tidak melebihi jumlah yang diatur perguruan tinggi.

Walau begitu, berdasarkan survey yang dilakukan tim Studenta Jurnal Bogor kepada 100 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bogor dan sekitarnya, 80 mahasiswa justru mengaku pernah melakukan titip absen saat kuliah maupun praktikum berlangsung.

Dari 80 mahasiswa tersebut, 76,25 persen di antaranya melakukan titip absen sebanyak satu sampai lima kali dalam satu semester, 11,25 persen lainnya enam hingga sepuluh kali, dan sisanya lebih dari 10 kali.

Angka 80 mahasiswa yang kerap melakukan titip absen adalah jumlah yang cukup tinggi. Namun, mahasiswa sebagai insan akademis itu menganggap titip absen ketika jam kuliah maupun praktikum berlangsung merupakan sesuatu yang wajar. Sebanyak 71 persen dari 100 mahasiswa mengaku, titip absen adalah sesuatu yang lumrah meski sudah ada jatah absen yang ditentukan dari perguruan tinggi.

Meski begitu, mereka menyadari, tindakan tersebut adalah salah satu bentuk pelanggaran tata tertib kampus. Jadi sebenarnya, apa penyebab banyak mahasiswa melakukan titip absen?

Ketika tim Studenta Jurnal Bogor menanyakan hal ini kepada 80 mahasiswa yang pernah melakukan titip absen, ancaman tidak boleh mengikuti ujian lah yang banyak mendorong mereka melakukannya. Seperti diungkapkan Winny, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama di Bogor. Menurutnya, mahasiswa yang melakukan titip absen adalah mahasiswa yang sudah menghabiskan jatah bolos yang telah ditentukan oleh kampus. “Jadi, daripada ujian dicekal, lebih baik titip absen kalau mau bolos lagi,” ungkapnya kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Sementara mahasiswa lainnya mengaku titip absen lantaran malas akibat cara mengajar dosen yang dianggap membosankan. Selain itu juga mereka juga beralasan titip absen karena tidak menyukai mata kuliah tertentu. Seperti diungkapkan salah satu responden yang enggan disebutkan namanya. Ia mengaku akan membolos kuliah atau praktikum, jika cara penyampaian materi sang dosen dirasa membosankan. "Daripada mengikuti kuliah tapi menjemukan, lebih baik saya tak ikut perkuliahan dan titip absen pada teman. Yang penting pada saat ujian, saya bisa," katanya.

Melihat fenomena tersebut, Drh Noesje Soesilowati, M.Sc , Dosen Komunikasi Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa titip absen merupakan tindak kriminal. “Titip absen adalah sebuah bentuk ketidakjujuran seeorang. Jika hal kecil seperti ini dibasakan, akan dibawa kemana masyarakat kita? Masa mahasiswa harus selalu diperiksa absennya sih oleh dosen biar mereka jujur?” tutur Noesje kepada Studenta Jurnal Bogor.

Dikatakan dia, tindakan ini akan merugikan beberapa pihak, tidak hanya diri sendiri tetapi juga orang lain. “Dengan titip absen, mahasiswa akan rugi karena akan mendapat hukuman dari kampus dan kehilangan satu materi kuliah. Di samping itu, dia juga akan merugikan temannya yang sudah mengisi absennya, yang dapat punishment kan yang nitip dan dititipin,” jelasnya.

Selain itu, ditambakan Noesje, kebiasaan titip absen bisa menjadi awal penyalahgunaan tandatangan seseorang. “Titip absen biasanya karena kita dekat dengan seseorang dan dia tahu bagaimana memalsukan tandatangan kita. Kalau sudah terbiasa titip absen maka bisa saja terbawa ke dunia kerja. Ada orang yang kita percaya di kantor, dia tahu tandatangan kita, maka bisa jadi dia memalsukan tandatangan kita. Hal ini bisa sangat merugikan, apalagi kalau memalsukan tandatangan demi materi,” pungkasnya. n Tim Studenta

Bajigur Night - Diploma IPB, Usung Nuansa Kekeluargaan

Studenta | Jurnal Bogor
Rabu (19/11), sekitar 1.500 civitas akademika Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) memadati parkiran utama kampus IPB Cilibende. Selain pelepasan mahasiswa Diploma IPB angkatan 42, acara itu juga mampu menjadi ajang silaturahmi yang mempererat hubungan kekeluargaan antara mahasiswa dan staf pengajar.

Nuansa kekeluargaan nampak dari dekorasi yang sederhana dan sajian tradisional khas Bogor, mulai dari bajigur, siomay, jagung rebus, kacang, sekoteng, hingga bakso. Acara yang bertajuk Bajigur Night itu turut dihadiri Direktur Diploma, Prof. Dr. Ir. Zairin Junior, M.Sc, beserta wakilnya, drh. Ligaya ITA TUmbelaka, SpMP, M.Sc, dan Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.

”Kami mengetengahkan suasana pedesaan karena IPB merupakan simbol pertanian yang dekat dengan kehidupan alam. Adapun penamaan Bajigur Night sebab minuman tradisional itu berasal dari Bogor,” ungkap Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr, wakil direktur II, bidang pengembangan dan kerjasama, kepada Studenta Jurnal Bogor, tadi malam.

Sementara itu, Andika Zachryan, crew Bajigur Night mengatakan, acara tersebut menghadirkan sepuluh gerobak beserta pedagangnya. ”Semua hidangan yang kami sediakan dapat dinikmati secara gratis alias cuma-cuma,” tandasnya. n Ruth F. Manullang | Julvahmi

Titip Absen, Akar Kejahatan Akademik

Studenta | Jurnal Bogor
Titip absen yang membudaya di kalangan mahasiswa dapat dikategorikan sebagai akar dari tindak kejahatan akademik di Universitas. Tindak kejahatan tersebut berupa kebohongan, dan kecurangan mahasiswa dalam pengerjaan tugas. Demikian yang diungkapkan Nanik Retnowati M.Hum, kepala jurusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Nanik, tidak ada toleransi bagi mahasiswa yang ketahuan titip absen. Bahkan, ia akan memberikan sanksi tidak lulus bagi mahasiswa pada mata kuliah yang dipegangnya. “Titip absen sudah menjadi budaya turun-temurun mahasiswa, jadi kalau tidak dibasmi tidak akan ada habisnya. Saya memberikan sanksi tegas bagi mahasiswa yang melakukannya,” tegasnya.

Selain pemberian sanksi yang tegas, lanjut Nanik, perlu adanya hubungan persuasif antara dosen dan mahasiswanya. Hubungan persuasif tersebut dapat dibentuk dengan cara pendekatan secara emosional antara mahasiswa dan dosen. Hal itu juga berperan untuk mengingatkan mahasiswa tentang dasar dan tujuan mahasiswa datang ke kampus.

“Sebenarnya, jika mahasiswa titip absen, yang rugi itu mahasiswanya, karena mereka yang mencari ilmu di perguruan tinggi. Sedangkan kami para dosen adalah tenaga pengajar yang siap sedia membagi ilmu dengan mahasiswa,” ungkapnya.. Maraknya titip absen yang dilakukan mahasiswa, membuat prihatin para dosen pengajar. Selain itu, mahasiswa juga membuat duka bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya. “Titip absen sama saja berbohong pada keluarga, dosen, dan terutama diri sendiri,” lanjutnya.

Lebih lanjut Nanik mengatakan, titip absen yang dilakukan mahasiswa dapat diantisipasi dosen dengan cara mengabsensi mahasiswa secara oral dan memberi tugas mahasiswa pada tiap kali pertemuan. Selain itu, dosen tidak hanya berperan sebagai tenaga pengajar saja, tetapi juga sebagai teman yang mengerti dengan keadaan mahasiswanya.

Bagi Nanik, mahasiswa yang titip absen adalah para penjahat kampus, karena walau bagaimanapun juga mahasiswa yang titip absen tidak ingin rugi dengan nilai. Oleh karena itu, mereka lakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai dengan mudah. Apalagi kalau bukan dengan cara menyontek pekerjaan teman. “Tidak gampang untuk menumbuhkan kesadaran mahasiswa tentang makna kuliah. Untuk itu dituntut peran serta dosen sebagai orang terdekat mahasiswa dikampus,” jelasnya.

Jika dipandang dari sudut mahasiswa, menurutnya, titip absen bisa jadi hal lumrah karena mereka merasa mempunyai berbagai kepentingan lain di samping mengikuti kuliah. Untuk itu Nanik berharap agar para mahasiswa mampu membuat prioritas dan memanajemennya sebaik mungkin. “Menjadi mahasiswa akan sulit ketika mahasiswa tidak mampu memprioritaskan hidupnya,” tandasnya. n Kenis | Vabriandy

Minggu, 16 November 2008

Eksistensi Pers Mahasiswa, Masihkah Ngurusin Kampus?

Studenta | Jurnal Bogor
Media kampus yang dimotori aktivitas pers mahasiswa ternyata mampu menjadi wadah kreasi yang menyampaikan informasi seputar kejadian yang terjadi di kampus tersebut. Berdasarkan penelusuran Studenta Jurnal Bogor, media kampus dianggap sebagai organisasi ideal dan mandiri,yang melakukan peliputan secara mendalam, sehingga menyajikan informasi yang aktual, tepat, terpercaya, dan berimbang.

Salahsatunya ialah Eksplore, yakni lembaga pers mahasiswa yang didirikan oleh mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ibn Khaldun (FKIP-UIKA) Bogor."Kebutuhan mahasiswa akan informasi menjadi alasan dibentuknya Eksplore. Media ini berbentuk buletin berbahasa Inggris, yang mengangkat masalah dunia dari sudut pandang mahasiswa." ungkap Heri Septiawan, awak redaksi Eksplore kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Tak jauh berbeda dengan UIKA, IPB juga memiliki pers mahasiswa bernama Koran Kampus IPB yang berdiri sejak 2001. ”Memang ada yang belum menyadari eksistensi Koran Kampus IPB. Karena itu, pendistribusian dilakukan oleh seluruh anggota Koran Kampus yang menyebar di tiap fakultas agar merata,” jelas Randy Swandaru, Pemimpin Redaksi Koran Kampus (Koran kampus) IPB.

Untuk isi tulisan, Koran Kampus menyajikan fenomena dan kondisi up to date yang terjadi di IPB. ” Kami mengetengahkan hal-hal penting yang mungkin tidak diketahui mahasiswa IPB. Seperti masalah beasiswa dan kenaikan biaya kuliah. Tak jarang kami mengkritisi keadaan kampus. Contohnya, kami pernah mengkritisi fasilitas poliklinik IPB yang belum memadai lewat karikatur” tutur Faris Priyanto, Redaktur Pelaksana 2 Koran Kampus IPB.

Ditegaskan Faris, Koran Kampus selalu berusaha independen dan berimbang dalam memberitakan sesuatu. ”Kami selalu tanya pihak-pihak yang terkait dengan topik tulisan yang kami angkat, sehingga beritanya berimbang,” katanya. Di tempat berbeda, Universitas Djuanda (UNIDA) juga memiliki pers mahasiswa bernama Edukasi, yang menjadikan pelaku dunia pendidikan sebagai subyek berita. ”Edukasi mengusung tulisan-tulisan yang mengangkat berita khusus di dunia pendidikan, seperti kebijakan dan prestasi dunia pendidikan,” ungkap Pemimpin Redaksi Edukasi, Opik.

Selain itu, Opik menegaskan kampus mendukung penuh eksistensi Edukasi yang dianggap positif. ”Kampus memberikan bantuan moril sampai ke materil yang sangat membantu kami,” lanjutnya. Sementara itu, pers mahasiswa Universitas Pakuan (UNPAK) juga aktif mengudara lewat Radio Suara Pakuan, yang menurut Dadang Ismunandar, salah seorang pembina dan pendiri Suara Pakuan, radio ini dijadikan salah satu alternatif media informasi yang jangkauannya mencapai dua kilometer.”Selain itu Suara Pakuan merupakan radio FM pertama yang bekerja sama dengan Voice Of America (VOA),” terangnya.

Di balik semangat para jurnalis kampus itu, sederet kendala masih menghadang eksistensi mereka. Seperti kendala pembiayaan, seperti yang dialami Koran Kampus IPB dan Suara Pakuan. ”Masalahnya, dana dari kampus tidak rutin turun untuk pendanaan produksi. Pada akhirnya, kami juga harus mencari dana sendiri. Salah satunya dengan pemasangan iklan,” ucap Randy.

Meski begitu, Randy mengaku mendapat sisi positifnya, yaitu independensi mereka makin kokoh, karena tak merasa berhutang budi terhadap biaya yang dikeluarkan kampus. Para insan pers kampus pun tetap menyisakan harapan untuk keberadaan pers mahasiswa secara lebih luas. Harapan itu dikemukakan Randy, di mana Koran Kampus sebenarnya menginginka adanya pembentukan wadah pers mahasiswa pada tingkat yang lebih luas dari lingkungan intern kampus, untuk mempersatukan seluruh mahasiswa Indonesia..

”Mahasiswa merupakan orang-orang idealis yang mengemban tugas untuk membangun bangsa ini, di mana kami berkeyakinan masyarakat yang bagus terbentuk karena bidang jurnalistiknya juga bagus,” tandas Randy. Gita| Kenis | Vabriandi

Pers Mahasiswa sebagai Alat Kontrol Kampus

Studenta | Jurnal Bogor
Pers mahasiswa bisa menjadi alat kontrol di kampus. Demikian disampaikan Kepala Redaksi Foto Antara, Hermanus Priatna. “Pers mahasiswa dapat memberi informasi kepada seluruh civitas akademik apa yang terjadi di dalam kampus, misalnya masalah hangat yang diperbincangkan, isu yang beredar, atau bagaimana keadaan perkuliahan,” ujar Hermanus kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Hermanus, permasalahan-permasalahan seputar kampus atau yang biasa dihadapi mahasiswa, seperti biaya kuliah yang dirasakan terlalu menjadi beban, bila diberitakan akan membuka informasi dan komunikasi yang bisa jadi selama ini tertutup. ”Bisa saja manajemen keuangan kampus yang membacanya menjadi tergugah. Dengan begitu, pers mahasiswa telah menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol untuk masyarakat kampus,” ujar Hermanus.

Selain menjadi media komunikasi yang memberi informasi baik peristiwa internal maupun eksternal kampus, tambah Hermanus, pers mahasiswa juga dapat menjadi ajang mengasah serta mengembangkan kemampuan mahasiswa yang tertarik di bidang jurnalistik, baik itu bidang menulis, fotografi, atau penyiaran. “Setahu saya, ada orang yang memulai kemampuan menulisnya dari mading (majalah dinding-red) sekolah dan pers mahasiswa, kemudian dia menjadi wartawan. Bahkan penulis handal pun mengasah kemampuan menulisnya sejak masa mahasiswa,” ungkap lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) yang telah 18 tahun menekuni dunia fotografi jurnalistik itu.

Hermanus menambahkan, pers mahasiswa juga berperan sebagai ajang promosi, seperti dalam pemilihan senat atau presiden mahasiswa. “Dengan adanya pers mahasiswa, calon-calon pemimpin mahasiswa dapat menyalurkan ide dan pemikirannya melalui tulisan, sehingga mahasiswa lain bisa menilai calon mana yang berkompeten untuk mengembangkan kampus mereka,” papar Hermanus.

Walau begitu, katanya, pers mahasiswa bukan ajang promosi satu golongan atau kelompok tertentu. “ Pers mahasiswa itu harus berimbang. Kalau memang pers itu mengalami polusi dari awal, maka harus ada rem yang menjaga arah pers mahasiswa tersebut.,” tegasnya. Ia juga berpesan agar isi media kampus jangan melenceng dari kehidupan kampus. Karena terkadang, ada hal-hal yang tidak disadari oleh pers mahasiswa dengan membuat cakupan berita yang terlalu luas dan mendunia.

Hermanus juga mengingatkan, biasanya orang cenderung lebih peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri. ”Sebaiknya pers mahasiswa membahas kegiatan kampus, jangan terlalu membahas global, misalnya global warming dan krisis global. Namun jika itu bisa dikaitkan dengan keadaan kampus, yah, silahkan saja dimuat,”pungkasnya. .Ruth FM | Eka A

Dialog Pemikiran

Keberadaan pers mahasiswa dinggap mampu menjadi saluran komunikasi diantara dinamika kampus. Namun, sadarkah mereka akan keberadaan pers mahasiswa? Sudahkan pers mahasiswa berfungsi sebagai media komunikasi dunia mahasiswa? Lantas bagaimana mereka menyikapi keberadaan pers mahasiswa tersebut? Berikut penuturan narasumber kepada M. Andriandy R.Z dari Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Penulisannya Harus Dipertajam

Menurut saya, media kampus sangat baik bagi kalangan pemula yang ingin terjun di bidang jurnalis. Selain dapat menambah pengalaman dalam memburu berita serta mau untuk bersusah payah berpetualang kesana-kemari agar mampu mendapat berita yang sedang hangat. Pengalaman itu menjadi guru terbaik.

Saya menyarankan, agar pers kampus lebih semangat lagi, dan mereka harus bisa semampu mungkin menunjukan taringnya di dunia jurnalis. Bila tidak mereka akan diinjak-injak oleh wartawan senior atau bahkan bisa tidak dapat berita. Menghindari dari hal tersebut, diusahakan sebelum meluncur kesasaran mereka diberi sedikit arahan agar semua menjadi lancar dan tidak ada kendala yang tidak diharapkan.

Ada hal-hal yang perlu dibetulkan dari pers kampus, yaitu saat kurang senang bila dia sedang mewawancarai narasumber. Masih agak terbata-bata dan sesekali kurang nyambung dengan kejadian yang terjadi. Semua itu bisa tidak terjadi apabila di tunjang dengan ilmu yang dia punya.

Saran saya, semoga media kampus bisa lebih maju dalam hal penulisan dan penataan berita agar lebih menarik dibaca oleh pembaca dan juga lebih luas lagi penyebaran korannya, agar semua bisa tahu bahwa di setiap universitas mempunyai media yang begitu positif. Terakhir dari saya, yang paling utama setiap berita yang terbit harus selalu update agar pembaca tidak tidak merasa jenuh, dan enjoy menikmati bacaannya, walaupun hanya Media kampus.

Ferlita M. Zahara (20)
FISIKOM, Universitas Djuanda
Jurusan Jurnalistik

Bisa Tambah Informasi


Menurut saya, koran atau majalah yang ada di kampus sangat bagus dan positif guna memberikan informasi-informasi yang menarik dan aktual kepada masyarakat kampus maupun di luar kampus, sehingga setiap perkembangan di setiap kampus dapat diketahui oleh mahasiswa.

Kebanyakan media kampus lebih sedikit komposisi beritanya serta kurang menarik penampilan yang disuguhkan kepada pembaca. Ditambah lagi sangat minimnya pengalaman yang dia dapatkan. Hal ini perlu diperhatikan. Oleh sebab itu, mereka harus ditunjang dengan ilmu jurnalistik yang bisa mengubah mereka agar lebih baik lagi ke depannya. Mereka bisa tahu juga standar penulisan jurnalistik, bagaimana cara mewawancarai yang baik.

Kebanyakan bila bertemu dengan narasumber yang ahli, mereka terlihat sangat gugup. Pasalnya, sikap seperti itu bisa membuat otak menjadi beku. Supaya tidak terjadi seperti itu menurut saya, harus lebih diuji lagi mental dari setiap wartawan yang ingin terjun di dunia jurnalis. Bila semua mental sudah teruji dan mampu, mungkin mereka bisa setara dengan wartawan yang sudah profesional.

Harapan saya, semoga mereka yang bergelut di bidang jurnalis, bisa lebih memperbaiki lagi, baik itu penulisannya, sampai pada saat dia mewawancarai narasumber. Mudah-mudahan semua bisa terorganisir lagi dan bisa merekrut mahasiswa-mahsiswa yang ingin berkecimpung di bidang jurnalistik. Maju terus media kampus.

Dede Najmudin (22)
STIE Kesatuan
D3 Akuntansi

Mampu Asah Kreatifitas


Menurut saya, media kampus sangat positif bagi kalangan mahasiswa terlebih lagi yang menyukai dunia jurnalis karena dapat menumpahkan keahliannya dalam menulis dan berkomunikasi dengan banyak orang. Bukan hanya menulis berita saja tetapi mereka bisa mendapatkan pengalaman yang baru.

Saran saya, media kampus lebih diperbaiki lagi, terutama dalam hal layout, penulisan berita, serta berita yang akan diangkat. Pasalnya, jika ketiga kriteria itu tidak bisa diubah, hasilnya pun itu-itu saja. Saya yakin dalam jangka setahun Media kampus itu tidak akan bertahan lama.

Harus ada pembimbing yang mengerti tentang kaidah-kaidah junalistik. Isi berita diharapkan lebih umum dan dicetaknya jangan terlalu lama. Sebab, jika terlalu lama dicetak, berita itu jadi basi dan tidak hangat lagi. Maksimal satu minggu harus sudah terbit. Lebih dioptimalkan lagi dalam hal kepengurusan, terutama kinerjanya. Jangan setengah-setengah.

Bagi saya, pers kampus harus lebih kreatif lagi dalam hal mengembangkan tulisan dengan data yang seadanya supaya bisa merubah berita biasa menjadi berita menarik dan enak di baca. Pers kampus juga harus lebih bisa inovatif lagi dan kritis. Harapan saya, semoga media kampus bisa lebih memperbanyak halamannya dan memperbagus lagi berita yang di sajikan, terutama berita yang sedang banyak di bicarakan. Satu hal lagi, agar memperluas penyebaran media bisa sampai ke daerah yang terpencil.

Danial Muttaqien (22)
FISIKOM UNIDA
Administrasi Negara

Pers Mahasiswa sebagai Alat Kontrol Kampus

Studenta | Jurnal Bogor
Pers mahasiswa bisa menjadi alat kontrol di kampus. Demikian disampaikan Kepala Redaksi Foto Antara, Hermanus Priatna. “Pers mahasiswa dapat memberi informasi kepada seluruh civitas akademik apa yang terjadi di dalam kampus, misalnya masalah hangat yang diperbincangkan, isu yang beredar, atau bagaimana keadaan perkuliahan,” ujar Hermanus kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Dikatakan Hermanus, permasalahan-permasalahan seputar kampus atau yang biasa dihadapi mahasiswa, seperti biaya kuliah yang dirasakan terlalu menjadi beban, bila diberitakan akan membuka informasi dan komunikasi yang bisa jadi selama ini tertutup. ”Bisa saja manajemen keuangan kampus yang membacanya menjadi tergugah. Dengan begitu, pers mahasiswa telah menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol untuk masyarakat kampus,” ujar Hermanus.

Selain menjadi media komunikasi yang memberi informasi baik peristiwa internal maupun eksternal kampus, tambah Hermanus, pers mahasiswa juga dapat menjadi ajang mengasah serta mengembangkan kemampuan mahasiswa yang tertarik di bidang jurnalistik, baik itu bidang menulis, fotografi, atau penyiaran.

“Setahu saya, ada orang yang memulai kemampuan menulisnya dari mading (majalah dinding-red) sekolah dan pers mahasiswa, kemudian dia menjadi wartawan. Bahkan penulis handal pun mengasah kemampuan menulisnya sejak masa mahasiswa,” ungkap lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) yang telah 18 tahun menekuni dunia fotografi jurnalistik itu.

Hermanus menambahkan, pers mahasiswa juga berperan sebagai ajang promosi, seperti dalam pemilihan senat atau presiden mahasiswa. “Dengan adanya pers mahasiswa, calon-calon pemimpin mahasiswa dapat menyalurkan ide dan pemikirannya melalui tulisan, sehingga mahasiswa lain bisa menilai calon mana yang berkompeten untuk mengembangkan kampus mereka,” papar Hermanus.

Walau begitu, katanya, pers mahasiswa bukan ajang promosi satu golongan atau kelompok tertentu. “ Pers mahasiswa itu harus berimbang. Kalau memang pers itu mengalami polusi dari awal, maka harus ada rem yang menjaga arah pers mahasiswa tersebut.,” tegasnya. Ia juga berpesan agar isi media kampus jangan melenceng dari kehidupan kampus. Karena terkadang, ada hal-hal yang tidak disadari oleh pers mahasiswa dengan membuat cakupan berita yang terlalu luas dan mendunia.

Hermanus juga mengingatkan, biasanya orang cenderung lebih peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri. ”Sebaiknya pers mahasiswa membahas kegiatan kampus, jangan terlalu membahas global, misalnya global warming dan krisis global. Namun jika itu bisa dikaitkan dengan keadaan kampus, yah, silahkan saja dimuat,”pungkasnya. Ruth FM | Eka A

Eksistensi Pers Mahasiswa, Masihkah Ngurusin Kampus?

Studenta | Jurnal Bogor
Media kampus yang dimotori aktivitas pers mahasiswa ternyata mampu menjadi wadah kreasi yang menyampaikan informasi seputar kejadian yang terjadi di kampus tersebut. Berdasarkan penelusuran Studenta Jurnal Bogor, media kampus dianggap sebagai organisasi ideal dan mandiri,yang melakukan peliputan secara mendalam, sehingga menyajikan informasi yang aktual, tepat, terpercaya, dan berimbang.

Salahsatunya ialah Eksplore, yakni lembaga pers mahasiswa yang didirikan oleh mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ibn Khaldun (FKIP-UIKA) Bogor."Kebutuhan mahasiswa akan informasi menjadi alasan dibentuknya Eksplore. Media ini berbentuk buletin berbahasa Inggris, yang mengangkat masalah dunia dari sudut pandang mahasiswa." ungkap Heri Septiawan, awak redaksi Eksplore kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.

Tak jauh berbeda dengan UIKA, IPB juga memiliki pers mahasiswa bernama Koran Kampus IPB yang berdiri sejak 2001. ”Memang ada yang belum menyadari eksistensi Koran Kampus IPB. Karena itu, pendistribusian dilakukan oleh seluruh anggota Koran Kampus yang menyebar di tiap fakultas agar merata,” jelas Randy Swandaru, Pemimpin Redaksi Koran Kampus (Koran kampus) IPB.

Untuk isi tulisan, Koran Kampus menyajikan fenomena dan kondisi up to date yang terjadi di IPB. ” Kami mengetengahkan hal-hal penting yang mungkin tidak diketahui mahasiswa IPB. Seperti masalah beasiswa dan kenaikan biaya kuliah. Tak jarang kami mengkritisi keadaan kampus. Contohnya, kami pernah mengkritisi fasilitas poliklinik IPB yang belum memadai lewat karikatur” tutur Faris Priyanto, Redaktur Pelaksana 2 Koran Kampus IPB.

Ditegaskan Faris, Koran Kampus selalu berusaha independen dan berimbang dalam memberitakan sesuatu. ”Kami selalu tanya pihak-pihak yang terkait dengan topik tulisan yang kami angkat, sehingga beritanya berimbang,” katanya. Di tempat berbeda, Universitas Djuanda (UNIDA) juga memiliki pers mahasiswa bernama Edukasi, yang menjadikan pelaku dunia pendidikan sebagai subyek berita. ”Edukasi mengusung tulisan-tulisan yang mengangkat berita khusus di dunia pendidikan, seperti kebijakan dan prestasi dunia pendidikan,” ungkap Pemimpin Redaksi Edukasi, Opik.

Selain itu, Opik menegaskan kampus mendukung penuh eksistensi Edukasi yang dianggap positif. ”Kampus memberikan bantuan moril sampai ke materil yang sangat membantu kami,” lanjutnya. Sementara itu, pers mahasiswa Universitas Pakuan (UNPAK) juga aktif mengudara lewat Radio Suara Pakuan, yang menurut Dadang Ismunandar, salah seorang pembina dan pendiri Suara Pakuan, radio ini dijadikan salah satu alternatif media informasi yang jangkauannya mencapai dua kilometer.”Selain itu Suara Pakuan merupakan radio FM pertama yang bekerja sama dengan Voice Of America (VOA),” terangnya.

Di balik semangat para jurnalis kampus itu, sederet kendala masih menghadang eksistensi mereka. Seperti kendala pembiayaan, seperti yang dialami Koran Kampus IPB dan Suara Pakuan. ”Masalahnya, dana dari kampus tidak rutin turun untuk pendanaan produksi. Pada akhirnya, kami juga harus mencari dana sendiri. Salah satunya dengan pemasangan iklan,” ucap Randy.

Meski begitu, Randy mengaku mendapat sisi positifnya, yaitu independensi mereka makin kokoh, karena tak merasa berhutang budi terhadap biaya yang dikeluarkan kampus. Para insan pers kampus pun tetap menyisakan harapan untuk keberadaan pers mahasiswa secara lebih luas. Harapan itu dikemukakan Randy, di mana Koran Kampus sebenarnya menginginka adanya pembentukan wadah pers mahasiswa pada tingkat yang lebih luas dari lingkungan intern kampus, untuk mempersatukan seluruh mahasiswa Indonesia..

”Mahasiswa merupakan orang-orang idealis yang mengemban tugas untuk membangun bangsa ini, di mana kami berkeyakinan masyarakat yang bagus terbentuk karena bidang jurnalistiknya juga bagus,” tandas Randy. Gita| Kenis | Vabriandi